HUKUM TIDUR SETELAH ASHAR - Permata Salafus Sholih

Breaking

Meniti Aqidah dan Manhaj Para Nabi dan Salafus Sholeh

Anda diperbolehkan mengkopi paste ayat, hadist dan terjemahannya tanpa menyebutkan sumbernya serta diperbolehkan untuk menyebarkan artikel-artikel di blog ini dengan menyertakan sumbernya, namun anda dilarang menyebarkannya dengan mengeditnya dan mengakui sebagai tulisan anda dengan tujuan komersil atau non komersil

Sabtu, 27 Februari 2016

HUKUM TIDUR SETELAH ASHAR

Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholih al-Munajjid hafidzohullah dalam situsnya nomor 99699 tentang tidur setelah Ashar.

Beliau ditanya:

Adakah hadis Nabi yang mengatakan:

عجبت لمن عام ونام بعد العصر

"Aku heran terhadap orang yang berbaring dan tidur setelah Ashar?"

Maka Beliau menjawab:

Segala puji bagi Allah.

Pertama
Tidak shohih adanya pujian atau celaan dalam urusan tidur setelah Ashar baik dari hadist Nabi shollallahu ‘Alaihi wa Sallam maupun dari sahabatnya. Sedang hadist yang disebutkan oleh penanya yang mulia tidaklah diriwayatkan dalam kitab-kitab Musnad dan Sunan, dan tidak disebutkan pula oleh para ahli ilmu, maka dia adalah hadist yang didustakan , tidak ada asal usulnya. Maka tidak boleh mempercayai keshohihannya dan menisbatkannya kepada Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam karena berdusta atas nama Beliau Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah termasuk dosa besar.

Kedua
Dan di antara hadist yang didustakan namun tersebar di tengah-tengah masyarakat dalam perkara celaan tidur setelah Ashar adalah hadist:
من نام بعد العصر فاختلس عقله فلا يلومن إلا نفسه
“Barangsiapa yang tidur setelah Ashar lalu hilanglah akalnya, maka sungguh janganlah mengecam kecuali dirinya sendiri”
Syaikh al-Albani dalam Silsilah Ahaadist ad-Dho’ifah  nomor hadist 39 berkata:”Dhoif (lemah), dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dalam Ad-Dhuafa’ wal Majruuhiin (1/283) dari jalan Kholid bin Qosim dari Laits bin Sa’ad bin ‘uqoil dari az-Zuhri dari Urwah dari ‘Aisyah secara marfu’. Disebutkan pula oleh Ibnul Jauzi dalam al-Maudhu’at (3/69), dia berkata,’tidak shohih, Kholid pendusta, hadist tersebut adalah milik Ibnu Lahi’ah lalu diambil Kholid dan dinisbahkannya kepada al-Laits.’  As-Suyuti dalam al-La’ali’ (2/150) berkata,’al-Hakim dan yang lainnya berkata,’Kholid memasukkan hadist Ibnu Lahi’ah  kepada al-Laits.’ Kemudian as-Suyuti menyebutkannya dari jalan Ibnu Lahi’ah, kadang dia berkata,’dari ‘Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya secara marfu’.’ Dan kadang dia berkata,’dari Ibnu syihab dari Anas secara marfu’.’  Ibnu Lahi’ah dhoif (lemah) dari segi hafalannya. Dan telah diriwayatkan pula dari jalan ketiga, dikeluarkan oleh Ibnu Adi dalam al-Kamil (1/211) dan as-Sahmi dalam Tarikh  Jirjan hal. 53, darinya (Ibnu Lahi’ah, pent) dari Uqoil dari Makhul secara marfu’ dan mursal. Keduanya (Ibnu Adi dan as-Sahmi-Pent) mengeluarkannya dari jalan Marwan, dia berkata,’Aku berkata kepada al-Laits bin Sa’d ketika aku melihatnya tidur setelah Ashar di bulan Romadhon,’wahai Abal Harist, kenapa engkau tidur setelah Ashar sedangkan Ibnu Lahi’ah telah menceritakan kepadaku…? Lalu dia menyebutkan hadist. Maka al-Laits berkata,’Aku tidak meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagiku dengan sebab hadist Ibnu Lahi’ah dari Uqoil. Kemudian Ibnu Adi meriwayatkannya dari jalan Mansur bin Ammar, telah menceritakan kepadaku Ibnu Lahi’ah dari Amr bin Syu’aib dari bapaknya dari kakeknya. Diriwayatkan pula oleh Abu Ya’la dan Abu Nu’aim dalam at-Tib an-Nabawi (2/12, Naskah Safarjalani) dari Amr bin Husoin dari Ibnu ‘Ulatsah dari al-Auza’I dari az-Zuhri dari Urwah dari ‘Aisyah secara marfu’.  Amr bin Husoin adalah pendusta sebagaimana yang diucapkan oleh al-Khotib dan yang lainnya, dia juga perowi hadist al-Adas , yaitu:

عليكم بالقرع فإنه يزيد في الدماغ ، وعليكم بالعدس فإنه قدس على لسان سبعين نبيا

‘Engkau harus makan labu karena dia bisa menambahkan otak, dan kamu harus makan kacang adas karena ia disucikan oleh lisan tujuh puluh nabi.’

Ini  hadist maudhu’ (palsu).”(Silsilah al-Ahadist as-Shohihah: 1/112)

Ketiga
 Adapun hukum tidur setelah Ashar, maka ada dua pendapat menurut ahli ilmu:

Yang pertama, hukumnya makruh, hal ini banyak dicatat oleh para fuqoha’ di kitab-kitab fiqih, sebagian mereka berdalil dengan hadist lemah tadi, dan yang lain berdalil dengan atsar-atsar salaf dan eksperimen kedokteran.

Telah datang dari Khowwat bin Jubair, salah seorang sahabat,  beliau berkata  bahwa tidur di akhir siang itu kedunguan. 

Telah datang pula dari Makhul salah seorang Tabi’in bahwa dia membenci tidur setelah Ashar. Dia mengkhawatirkan pelakunya tertimpa kegelisahan (kecemasan). (Lihat Mushonnaf Ibni Abi Syaibah: 5/339)

Al-Marudzi telah menukil, dia berkata,’Aku mendengar Abu Abdillah yakni Imam Ahmad bin Hanbal membenci seseorang yang tidursetelah Ashar, dia mengkhawatirkan akalnya (hilang). Hal ini dinukil oleh Ibnu Muflih dalam al-Adab as-Syar’iyyah (3/159) dan ibnu Abi Ya’la dalam Tbobaqot Hanabilah (1/22).

Ibnul Qoyim rohimahullah dalam Zadul Ma’ad berkata,”Tidur  siang itu buruk, dapat menyebabkan penyakit kelembaban (Sinusitis? -Pent) dan selesma serta merusak warna dan menyebabkan penyakit limpa serta melemahkan saraf, membuat malas serta melemahkan syahwat kecuali di tengah hari musim panas . Yang paling buruk adalah tidur di pagi hari, dan yang lebih buruk dari itu adalah tidur di sore hari setelah Ashar. Ketika Abdullah bin Abbas melihat anaknya tidur di pagi hari dia berkata,’bangunlah, kenapa kamu tidur diwaktu dibagikannya rizki?....Sebagian salaf mengatakan,’barang siapa yang tidur setelah Ashar lalu kehilangan akalnya maka janganlah mengecam kecuali dirinya sendiri.” (Zaadul Ma’ad: 4/219), lihat pula  Matholib Ulin Nuha (1/62), Ghidzaul Albab (2/358), Kassyaful Qina’ (1/79), al-Adab as-Syar’iyyah Ibnu Muflih (3/159), Adabun Dunya wa ad-Din (hal. 355-356), Syarh Ma’anil Atsar (1/99)

Yang kedua, hukumnya boleh karena pada asalnya adalah mubah (boleh), sedangkan tidak ada larangan dalam hadist yang shohih, karena hukum-hukum syari’at diambil dari hadist-hadist yang shohih bukan dari hadist-hadist dhoif (lemah) lebih-lebih hadist-hadist yang didustakan, tidak pula dari pendapat seseorang.

Syaikh al-Albani rohimahullah dalam Silsilah ad-Dha’ifah berkata setelah menyebutkan atsar dari al-Laits bin Sa’ad ahli fiqih Mesir ternama yang mengingkari larangan tidur setelah Ashar, serta jawabannya ketika ditanya kenapa engkau tidur setelah Ashar? aku tidak meninggalkan yang bermanfaat bagiku sebab hadist ibnu Lahi’ah dari Uqoil, maka Syaikh rohimahullah mengomentari ucapan tersebut dengan berkata,”Jawaban al-Laits ini membuatku kagum, karena menunjukan kefaqihan dan keilmuannya, ini tidak mengherankan karena beliau termasuk imam kaum muslimin dan ahli Fiqih terkenal, sedangkan yang aku ketahui kebanyakan para syaikh sekarang tidak mau tidur setelah Ashar walaupun mereka memerlukannya,  jika dikatakan kepada mereka,’Hadistnya lemah, maka mereka menjawab dengan segera,’diterapkan hadist dhoif (lemah) dalam Fadhoilul a’mal! Maka perhatikanlah perbedaan kefaqihan salaf dan keilmuan kholaf.” (Silsilah ad-Dhai’fah, hadist no 39)

Telah datang pula dalam fatwa Lajnah Daimah sebuah pertanyaan,”Aku mendengar banyak orang yang mengharamkan tidur setelah Ashar, apakah ini benar?”, maka jawabannya,”tidur setelah Ashar merupakan adat bagi sebagian orang, tidak apa-apa hukumnya, dan hadist-hadist yang melarang tidur setelah Ashar tidak shohih.” (Fatwa Lajnah Daimah: 26/148)

Dan pendapat yang inilah (bolehnya tidur setelah Ashar) yang rojih (kuat), karena tidak ada larangan yang shohih dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi wa Sallam, adapun atsar dari salaf yang melarang tidur setelah Ashar maka dibawa kepada larangan makruh dari segi kedokteran bukan dari segi  syari’at,  karena telah terkenal menurut orang Arab dulu dan sebagian para dokter generasi pertama bahwa tidur setelah Ashar tidak sehat, kadang bisa menyebabkan rusaknya badan, maka mereka memakruhkan tidur setelah Ashar agar tidak membahayakan diri sendiri, tanpa mengaitkannya dengan sunnah atau syari’at. Maka perkaranya kembali ke kedokteran, jika telah tetap dari segi kerugian dan kerusakannya, maka makruh berbuat yang membahayakan diri sendiri. Adapun dari segi syari’at maka tidak ada larangan sedikitpun.

Diterjemahkan oleh Abu Hasan as-Syihaby dari  http://islamqa.info/ar/99699
Ba’da Ashar di kawasan pantura Lamongan, Jawa Timur, Sabtu, 18 Jumadil Ula 1437 H/ 27 Pebruari 2016 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jazakumullah atas kunjungan dan perhatian anda. Komentar yang bijak adalah kehormatan kami.